Penggerebekan WN China menimbulkan kerusakan, Staf Jaksa Ini Minta Ganti Rugi
Sumber Gambar : http://megapolitan.kompas.com/read/2015/08/20/20090451/Rumahnya.Rusak.Saat.Polisi.Gerebek.WNA.di.Lebak.Bulus.Jaksa.Minta.Ganti.Rugi
Begitulah judul posting saya kali ini, saya buat sebagai bentuk intro dan cara memproses ganti ruginya, sedikit menjawab pertanyaan dari berita ini.
Sebelumnya, artikel ini saya tulis BUKAN sebagai bentuk dari PEMBENARAN DIRI, ataupun bentuk SANGGAHAN dari berita yang telah beredar, apalagi menjelek - jelek kan instansi sendiri atau instansi lain, no kami adalah instansi yang saling bekerja sama menegakkan hukum di Indonesia Tercinta dan semoga hal seperti ini tak terulang lagi di kemudian hari. Artikel ini saya buat hanya sebagai pembelajaran bagi saya dan sebagai bagian dari Bekerja Untuk Keabadian. Silahkan teman - teman menilai saya apa yang cocok buat teman - teman pembaca. :D
Mari kita sedikit mengenal siapa sih si "Eko Junaidi Salam" ? mari kita ketik keyword nama tersebut pelan - pelan saja, soalnya Om Google kenal kok sama dia, hehe (tanya Om Google).
Udah tanya kan? udah tanya sampe page berapa ? 1 ? 2 ? ato 10 ? woow, ternyata dia seorang penulis amatir, hehe. Alumni ITS Surabaya, Seorang Programmer, penggiat Komunitas StackOverflow, aktif dibeberapa perlombaan nasional, salah satu daftar Awards di Kampus ITS dan PKM Dikti.
Wah ternyata background dia orang IT yah ? Kok bisa masuk Kejaksaan yang notabene lulusan Hukum ? Baca Artikel berseri saya disini ( Final, Bagian ke III, Bagian ke II, Bagian ke I, dan Pendaftaran) begitulah cerita saya masuk Pranata Komputer Kejaksaan Agung RI.
Lha terus ? Apa hubungannya dengan berita dan judul diatas ? apa korelasinya ? Anda hanya membuat pembaca bingung, hehe. Tapi tenang kawan - kawan pembaca, disini menyiratkan bahwa hubungan berita tersebut dengan si "Eko Junaidi Salam" ini yaitu Lack of Knowledge tentang ganti rugi menurut hukum yang ada, dengan mengapa dia belum mengetahui banyak tentang hukum, sedikit menjawab quote "Anda orang kejasaan masa tidak mengerti hukum". Nah, karena berita ini lah yang membuat dia kapok dikatakan "Orang Kejaksaan masak tidak mengerti hukum" baca detik.com, serta baca berita lainnya di kompas.com, tribunnews.com, coconuts.co. Kedepan saya akan berusaha belajar hukum semampu saya meski saya bukan jaksa dan belum ada keinginan menjadi jaksa. Silahkan teman - teman pembaca menilai sendiri konten antara berita yang saya sajikan tersebut, ada yang aneh ? kalo nggak ada yang aneh ya sudah, haha. :D
Selanjutnya, mari kita sedikit menjawab berita dari coconut.co, disini saya akan mengutip kata-katanya :
"Saya ditugaskan meminta ganti rugi karena atap rumah belakang rumah ini rusak," kata Eko, seperti dikutip dari Kompas. Ia diterima oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti.Apakah yang terjadi kemudian?A. DitolakB. Dibilang kalau kerusakan itu termasuk kejadian tak terdugaC. Diminta untuk mendukung pengamanan negaraD. Menyuruh Eko meminta pertanggung jawaban pada pelakuE. Semua jawaban benarLucunya, yang terjadi adalah E.Sebetulnya kalau kejadian macam ini menimpa kita, kita seharusnya ngapain ya? Apakah lantas dianggap musibah lalu direlakan begitu saja? Semoga Supardi bisa menggunakan pengalamannya sebagai jaksa untuk mendapat keadilan ya, supaya rakyat ga dizalimi begitu saja oleh aparat."
Secara logika umum, hal tak terduga pun perlu adanya pertanggung jawaban, setidaknya "usaha" pertanggung jawaban. Tak mungkin meninggalkan/mencampakkan sesuatu dampak dari "Aksi-Reaksi"/"Sebab-Akibat" begitu saja. Kalau hal ini menimpa kepada warga miskin, misalkan kasus terorisme, terus karena tak terprediksi kena bom rumah orang. Lah terus disuruh RELAKAN gitu aja ? dimana rasa PRIKEMANUSIAAN, KEADILAN, dan RASA MELINDUNGI nya ?
Seharusnya Operasi yang sudah diawasi dan direncanakan sejak lama tersebut tak mengakibatkan dampak yang tak terduga, kalau ada dampak kan berarti kurang matang persiapannya, kalau sampe ada peristiwa yang tak terprediksi ? Saya tahu teman - teman aparat kepolisian sudah bekerja dengan extra berhati-hati, saya memaklumi kok bila ada dampak kerusakan tak terduga. CUMA, ya tolong dibantulah bagaimana prosedur ganti ruginya, seharusnya temen - temen kepolisian pun memaklumi saya yang Staf TU biasa yang belum tahu apa - apa tentang hukum, datang dengan kaget pula hanya untuk ingin tahu kronologisnya serta kepastian prosedur ganti ruginya, saya datang sebagai warga yang menuntut keadilan, warga yang butuh KEPASTIAN HUKUM bukan KERAGUAN HUKUM, ga mungkin ga di ganti rugi pasti adalah jalannya, ya kan ?
Seharusnya Operasi yang sudah diawasi dan direncanakan sejak lama tersebut tak mengakibatkan dampak yang tak terduga, kalau ada dampak kan berarti kurang matang persiapannya, kalau sampe ada peristiwa yang tak terprediksi ? Saya tahu teman - teman aparat kepolisian sudah bekerja dengan extra berhati-hati, saya memaklumi kok bila ada dampak kerusakan tak terduga. CUMA, ya tolong dibantulah bagaimana prosedur ganti ruginya, seharusnya temen - temen kepolisian pun memaklumi saya yang Staf TU biasa yang belum tahu apa - apa tentang hukum, datang dengan kaget pula hanya untuk ingin tahu kronologisnya serta kepastian prosedur ganti ruginya, saya datang sebagai warga yang menuntut keadilan, warga yang butuh KEPASTIAN HUKUM bukan KERAGUAN HUKUM, ga mungkin ga di ganti rugi pasti adalah jalannya, ya kan ?
Penasaran saya pun terjawab seperti berikut:
Edisi belajar hukum : :D
Ternyata, korban tindak pidana dapat meminta ganti rugi dengan 3 cara:
1. Penggabungan Perkara Ganti Kerugian, dasar hukumnya Bab XIII UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang mengatur dari Pasal 98 hingga Pasal 101. Pasal 98 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa, “Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu.” Untuk itu permohonan penggabungan perkara ganti kerugian berdasarkan ketentuan Pasal 98 ayat (2) UU KUHAP diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Dalam hal penuntut umum tidak hadir, permintaan diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan.
Pada saat korban tindak pidana meminta penggabungan perkara ganti kerugian maka Pengadilan wajib menimbang tentang kewenangannya untuk mengadili gugatan tersebut, tentang kebenaran dasar gugatan dan tentang hukuman penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh korban (lihat Pasal 99 ayat [1] KUHAP). Putusan mengenai ganti kerugian dengan sendirinya akan mendapatkan kekuatan hukum tetap apabila putusan pidananya juga telah mendapat kekuatan hukum tetap (lihat Pasal 99 ayat [3] KUHAP). Begitu juga apabila Putusan terhadap perkara pidana diajukan Banding maka Putusan Ganti rugi otomatis akan mengalami hal yang sama (lihat Pasal 100 ayat [1] KUHAP). Namun, apabila perkara pidana tidak diajukan banding maka permintaan banding mengenai putusan ganti rugi tidak diperkenankan banding (lihat Pasal 100 ayat [2] KUHAP).
Mekanisme pemeriksaan penggabungan perkara ganti kerugian ini berdasarkan ketentuan Pasal 101 KUHAP menggunakan mekanisme yang diatur dalam Hukum Acara Perdata.
2. Melalui Gugatan Perbuatan Melawan Hukum, mekanismenya seperti halnya gugatan Perdata biasa dengan model gugatan Perbuatan Melawan Hukum.
Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek (“BW”), dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi:
Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek (“BW”), dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Orang tidak bisa mengajukan perbuatan melawan hukum dan meminta ganti kerugian apabila tidak disebutkan secara jelas pasal berapa dan undang-undang mana yang telah dilanggar.
Untuk pasal & UU mana yg dilanggar, masih saya coba pelajari lebih lanjut.... hehe, perlu proses bro harap maklum orang bodoh lagi mencoba belajar. Kecuali Pimpinan saya, uda ngelotok ilmunya. :D
3. Melalui Permohonan Restitusi, dasar hukumnya ketentuan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (“UU 13/2006”), PP No. 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban (“PP 44/2008”), dan Peraturan LPSK No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Operasional Prosedur Permohonan dan Pelaksanaan Restitusi.
Permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 PP 44/2008 memuat sekurang-kurangnya:
a. Identitas pemohon;
b. Uraian tentang tindak pidana;
c. Identitas pelaku tindak pidana;
d. Uraian kerugian yang nyata-nyata diderita; dan
e. Bentuk Restitusi yang diminta.
b. Uraian tentang tindak pidana;
c. Identitas pelaku tindak pidana;
d. Uraian kerugian yang nyata-nyata diderita; dan
e. Bentuk Restitusi yang diminta.
Permohonan Restitusi harus dilampiri:
a. Fotokopi identitas Korban yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;
b. Bukti kerugian yang nyata-nyata diderita oleh Korban atau Keluarga yang dibuat atau disahkan oleh pejabat yang berwenang;
c. Bukti biaya yang dikeluarkan selama perawatan dan/atau pengobatan yang disahkan oleh instansi atau pihak yang melakukan perawatan atau pengobatan;
d. Fotokopi surat kematian dalam hal Korban meninggal dunia;
e. Surat keterangan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menunjukkan pemohon sebagai Korban tindak pidana;
f. Surat keterangan hubungan Keluarga, apabila permohonan diajukan oleh Keluarga; dan
g. Surat kuasa khusus, apabila permohonan Restitusi diajukan oleh Kuasa Korban atau Kuasa Keluarga.
Jika permohonan Restitusi di mana perkaranya telah diputus pengadilan dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka permohonan Restitusi harus dilampiri kutipan putusan pengadilan tersebut.
Apabila permohonan tersebut oleh LPSK telah dinyatakan lengkap maka akan ada pemeriksaan substantif dan hasil pemeriksaan tersebut ditetapkan dengan Keputusan LPSK beserta pertimbangannya yang disertai rekomendasi untuk mengabulkan permohonan atau menolak permohonan Restitusi.
Apabila permohonan Restitusi diajukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan pelaku tindak pidana dinyatakan bersalah, LPSK menyampaikan permohonan tersebut beserta keputusan dan pertimbangannya kepada pengadilan yang berwenang
Setelah LPSK mengajukan permohonan Restitusi, maka Pengadilan memeriksa dan menetapkan permohonan Restitusi dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
Pengadilan setelah memeriksa mengeluarkan penetapan yang disampaikan ke LPSK dan LPSK wajib menyampaikan salinan penetapan pengadilan kepada Korban, Keluarga, atau Kuasanya dan kepada Pelaku tindak pidana dan/atau pihak ketiga dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal menerima penetapan.
Apabila permohonan Restitusi diajukan sebelum tuntutan dibacakan, LPSK menyampaikan permohonan tersebut beserta keputusan dan pertimbangannya kepada penuntut umum. Penuntut umum kemudian dalam tuntutannya mencantumkan permohonan Restitusi beserta Keputusan LPSK dan pertimbangannya.
Putusan Pengadilan yang dijatuhkan disampaikan kepada LPSK dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal putusan.
LPSK menyampaikan salinan putusan pengadilan kepada Korban, Keluarga, atau Kuasanya dan kepada Pelaku tindak pidana dan/atau pihak ketiga dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal menerima putusan.
Pelaku tindak pidana dan/atau pihak ketiga wajib melaksanakan penetapan atau putusan pengadilan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal salinan penetapan pengadilan diterima.
Pelaku tindak pidana dan/atau pihak ketiga melaporkan pelaksanaan Restitusi kepada pengadilan dan LPSK dan LPSK membuat berita acara pelaksanaan penetapan pengadilan
Setelah proses tersebut di lakukan maka Pengadilan wajib mengumumkan pelaksanaan Restitusi pada papan pengumuman pengadilan.
Bahkan bila pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya. Kita bisa mengajukan permohonan kompensasi sesuai pasal 1 ayat 4 PP 44/2008. Dengan mengikuti mekanisme yg telah dijabarkan pada PP 44/2008.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
2. Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
3. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban
4. Peraturan LPSK No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Operasional Prosedur Permohonan dan Pelaksanaan Restitusi
Sumber Hukum Cara Menuntut Ganti Rugi:
- http://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl5928/bagaimana-cara-menuntut-ganti-rugi-jika-menjadi-korban-tindak-pidana?
- http://m.hukumonline.com/berita/baca/hol3616/perbuatan-melawan-hukum-dan-wanprestasi-sebagai-dasar-gugatan
- http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt5142a15699512/perbuatan-melawan-hukum-dalam-hukum-perdata-dan-hukum-pidana
- http://merantiblogs.blogspot.com/2013/09/ganti-rugi-dan-rehabilitasi_30.html?m=1
Sumber Berita :
- http://ibukota.coconuts.co/2015/08/21/gerebek-tangkapi-wna-penipu-atap-tetangga-rusak-diganti-siapa
- http://megapolitan.kompas.com/read/2015/08/20/20090451/Rumahnya.Rusak.Saat.Polisi.Gerebek.WNA.di.Lebak.Bulus.Jaksa.Minta.Ganti.Rugi
- http://m.tribunnews.com/metropolitan/2015/08/20/rumah-rusak-karena-penggerebekan-jaksa-dan-polisi-sempat-bersitegang
- http://news.detik.com/berita/2996960/wn-china-rusak-genteng-saat-digerebek-staf-jaksa-ini-minta-ganti-rugi